TARIAN MAK YONG
Mak Yong adalah seni teater
tradisional masyarakat Melayu yang sampai sekarang masih digemari dan sering
dipertunjukkan sebagai dramatari dalam forum internasional.
Di zaman dulu, pertunjukan mak yong diadakan orang desa di pematang sawah
selesai panen padi.
Dramatari mak yong dipertunjukkan di negara
bagian Terengganu, Pattani, Kelantan, dan Kedah. Selain
itu, mak yong juga dipentaskan di Kepulauan
Riau Indonesia. Di kepulauan Riau, mak yong dibawakan penari yang
memakai topeng, berbeda dengan di Malaysia yang tanpa topeng.
Pertunjukan mak yong dibawakan kelompok penari
dan pemusik profesional yang menggabungkan berbagai unsur upacara keagamaan,
sandiwara, tari, musik dengan vokal atau instrumental, dan naskah yang
sederhana. Tokoh utama pria dan wanita keduanya dibawakan oleh penari wanita.
Tokoh-tokoh lain yang muncul dalam cerita misalnya pelawak, dewa, jin, pegawai
istana, dan binatang. Pertunjukan mak yong diiringi alat musik seperti rebab, gendang, dan tetawak.
Sejarah: Istana kerajaan menjadi pelindung seni tari mak yong sejak paruh kedua abad ke-19 sampai tahun 1930-an. Jika raja mendengar ada penari yang pandai apalagi cantik sedang bermain di kampung-kampung, raja langsung memerintahkan penari tersebut untuk menari di dalam lingkungan istana. Penari yang menari di istana akan ditanggung semua akomodasi serta kebutuhan hidup, dan bahkan menerima pinjaman tanah sawah milik raja untuk dikerjakan.
Kemunduran ekonomi kesultanan akibat kedatangan
penjajah Inggris di Kelantan
menyebabkan pihak kesultanan tidak bisa lagi menjadi pelindung kelompok
pertunjukan mak yong. Akibatnya di awal abad ke-20, tari mak
yong mulai berkembang bebas di desa-desa. Pertunjukan Mak yong tanpa patron
pihak kerajaan menyebabkan mutu pertunjukan semakin merosot, terutama setelah
terjadi bencana banjir besar di Kelantan yang terkenal sebagai Banjir Merah tahun 1926 hingga
tahun 1950-an. Selain
itu, nilai estetika tradisional mak yong mulai luntur akibat komersialiasi
pertunjukan. Lama pertunjukan juga diperpendek dari pukul 8:30 malam hingga
pukul 11:00 malam. Selesai pertunjukan mak yong langsung diteruskan acara joget bersama. Penonton naik ke atas panggung untuk
menari bersama penari mak yong. Alat musik untuk mak yong juga diganti dengan biola dan akordion untuk
memainkan lagu untuk berjoget.
Di pihak kelompok mak yong, nilai moral penari
juga mulai merosot. Tidak jarang terdengar kisah-kisah sumbang yang terjadi
antara kalangan penari dengan penonton selepas pertunjukan. Keluarga penari mak
yong juga menjadi berantakan, perceraian menyebabkan anak-anak menjadi
terlantar. Penari mak yong malah banyak yang bangga dengan jumlah suami yang
dimiliki. Publik mempertanyakan nilai moral di kalangan penari sehingga citra
penari mak yong makin merosot. Keadaan ini membuat citra kesenian mak yong
semakin hancur.
Di akhir tahun 1960-an, kelompok
tari mak yong sudah tidak bisa dijumpai lagi. Orang yang berniat mempelajari
tari mak yong juga tidak ada. Kebudayaan barat yang melanda masyarakat Malaysia
makin menenggelamkan kesenian mak yong. Kalau ada pun pertunjukan Mak Yong yang
diadakan pada peristiwa penting seperti Hari Keputeraan Sultan, pertunjukan
hanya dikerumuni orang-orang tua.
Kelompok
Seri Temenggung merupakan pelopor tari mak yong generasi
ketiga yang berusaha menghidupkan kembali tari dan nyanyian asli seperti
pertunjukan mak yong generasi pertama. Kelompok tari Seri Temenggung masih
relatif baru dengan guru-guru yang berasal dari generasi pertama penari mak
yong.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar