6.07.2015

MUKENA PUTIH TUA (OLD WHITE MUKENA)

Setelah berbulan-bulan Aini menyisakan uang jajannya yang sedikit ke dalam celengan tanah liat, tiba juga saatnya untuk memecahkannya. Prang! Dengan sedih Aini memandang pecahan celengan tanah liatnya dan uang logam yang berserakan di lantai. Uangnya belum banyak, karena uangnya sering diambil jika ada keperluan. Dengan hati-hati, diambil-lah kepingan-kepingan logam itu. Ada tujuh lembar uang kertas, sisanya logam lima ratus dan seratus rupiah. Sambil Aini memunguti uangnya, mulutnya tak henti menghitung. Setelah selesai, Aini mendesah kecewa dan sedih karena uangnya tidak lebih dari lima puluh ribu! Lalu Aini meletakkan uangnya di mangkuk plastik.
Dengan uang segitu Aini tidak bisa membeli mukena baru. Padahal, mukenanya belum diganti hampir dua tahun dan sudah jelek, ukurannya sih masih cukup dibadan Ainin. Dulu ibunya sengaja membelikan yang lebih besar dari tubuh Aini. Kata ibu “Aini cepat tumbuh besar. Jadi daripada nanti mukenanya cepet kekecilan ditubuh Aini, lebih baik kebesaran dan bisa dipakai sampai Aini besar nanti. Tapi, ibunya meninggal sebelum Aini tumbuh besar. Masalahnya Aini belum pandai mencuci, tangannya yang masih kecil tidak kuat menggosok dan membilas pakaian. Kalau Bapak yang mencuci paling-paling hanya merendam baju-baju di air sabun, setelah beberapa lama pakaiannya langsung diperas tanpa digosok dan dibilas, lalu langsung dijemur. Bukannya seluruh pakaian makin bersih, tapi justru semakin tidak bersih. Begitu pun mukena Aini, warnanya tidak lagi putih bersih. Bagaimana tidak, ainai memakainya lima kali dalam sehari, kalau harus dicuci biasanya sesudah subuh sehingga pada waktu zuhur mukenanya sudah kering. Tapi kalau musim hujan berbeda lagi, Aini terpaksa memakai sarung dan kain yang dijadikan kerudung besar agar semua aurat tertutup rapat.
Dua hari lagi bulan puasa, dan besek malam mulai shalat tarawih itu artinya Aini dan kawan-kawan akan menjalani rutinitas malam yang menyenangkan. Tahun lalau Aini berhasil shalat tarawih sebulan penuh, bulan puasa memang selalu menyenangkan bagi Aini. Kadang Aini berbuka bersama temannya bahkan pernah juga sahur bersama teman-temannya. Tapi bulan puasa kali ini lain, Aini tidak terlalu antusias menyambutnya, soalnya mukena Aini sudah jelek. Aini malu memakainya apa lagi jika berjejer dengan teman-temannya, pasti kelihatan banget perbedaannya.aini ingin sekali membeli mukena baru, tapi sayangnya tabungan Aini tidak cukup banyak. Aini memutar otak, apa yang harus dilakukannya? Masa tidak pergi tarawih hanya karena malu?
Gadis manis yang sedang bingung itu duduk merenung sambil tak henti berfikir. Meminta uang pada Bapak rasanya tak tega. Aha! Sebuah ide bagus hadir diotak Aini. Ya, Aini bisa mendapatkan mukena putih bersih tanpa harus membelinya. Cukup dengan membeli pemutih pakaian dijamin mukena Aini putih cemerlang.
Dengan semangat Aini mengucek-ngucek mukenanya, sudah berulang kali Aini menggosok dan membilas mukena itu. Udara pagi yang masih dingin tidak dihiraukannya karena ia sudah terbiasa mencuci mukena setelah subuh. Langkah terakhir adalah mencelupkan mukena ke larutan pemutih.
“Oke, deh.” Aini bicara sendiri saking semangatnya. Ia siapkan ember berisi air yang sudah dicampurkan pemutih.
“Bismillah!” serunya sambilmencelupkan mukenanya ke dalam ember.
“Yah.. harus ditunggu sampai berapa menit ya?” desah Aini kecewa, karena di botol itu tidak disebutkan dengan rinci aturam pemakaiannya.
“Hemm.. mungkin sepuluh menit cukup.”
Buru-buru Aini masuk rumah melihat jam dinding. Sepuluh menit berlalu, Aini mengangkat mukenanya.
“Kok warnanya tidak berubah ya? Mungkin Aini kurang lama merendamnya. Kali ini, kau kuberi waktu setengah jam!“ gadis itu kembali merendam mukenanya dan berlalu menuju kamar mandi.
Sehabis mandi, Aini kembali melihat mukenanya, tetap saja warnanya tidak berubah. Yah, memang agak terang tapi Cuma sedikit! Apa boleh buat usaha Aini sudah maksimal. Akhirnya Aini memutuskan untuk melakukan usaha terkhirnya. Ia akan mencuci mukenanya sekali lagi. Gadis manis itukembali menaburkan sabun, kemudian menggosok mukenanya, kali ini dengan ekstra tenaga dari tangan kecilnya. Srek!
“Oh, tidak!” serunya cemas.
Ia bentangkan mukena itu dengan tangannya. Tubuh Aini lemas, cairan bening menetes satu-satu dari matanya yang sayu. Setelah menjemur mukena putih tuanya yang sobek, Aini langsung menuju kamarnya, menelungkup di kasur, dan langsung menangis tersedu-sedu.
“Loh , Aini kenapa menangis?” Bapak membuka pintu kamar Aini dan heran melihat putri satu-satunya itu sedang menangis. Bapak menghampiri Aini lalu duduk di tepi kasur dan mengelus rambut Aini.
“Ayo, dong katakan pada Bapak, apa sih yang membuat anak Bapak jadi sedih seperti ini?” Aini membalikkan badan dan menggelengkan kepalanya.
“Besok kan puasa, Aini kok malah sedih?” tanya Bapak sabar, “biasanya Aini yang paling bersemangat. Nanti malam sudah tarawih loh.”
“Justru itu pak.” Aini tak tahan juga untuk bicara. “Aini malu tarawih . mukena Aini  sedah jelek. Warnanya sudah putih tua.” Kata Aini sambil menahan tangis.
“Ha ha ha…” Bapaknya malah tertawa. “Ada-ada saja kamu ini. Mana ada warna putih tua?”
“Ada!” seru Aini. “Mukena Aini putih tua. Dibilang putih, engga. Dibilang cokelat, bukan. Kuning juga engga. Apa lagi kalau bukan putih tua. Modelnya sudah ketinggalan zaman. Sudah jarang yang pakai mukena terusan selain ibu-ibu dan nenek-nenek!” Aini mengomel menumpahkan semua kekesalannya.
Bapak manggut-manggut.
“Aini kan malu shalat di masjid. Teman-teman yang lain mukenanya bagus-bagus.”
“Loh, punya Aini juga berwarnakan?” tanya Bapak. “Tadi Aini bilang, mukena Aini berwarna putih tua.”
“Bapak!” Aini mencubit lengan Bapaknya. “punya Sri dan Nenden warnanya merah dan biru muda. Pokoknya bagus sekali. Coba deh, Bapak bayangkan kalau Aini shalat berjejer dengan mereka.”
Bapak mendongak, berlaga sedang membayangkan sesuatu.
“Kebayangkan pak, mukena Aini paling jelek?”
Bapak manggut-manggut. “menurut bayangan Bapak,” ujar Bapak, “ mukena Aini memang yang paling jelek.”
“Tuh kan?”
“Modelnya juga paling kuno.”
“Memang!”
“Kalau ada kontes mukena idaman, sudah pasti Aini kalah.”
“Bapak!”
Bapak tersenyum. “Untunglah Allah tidak menilai shalat Aini dari model dan warna mukena.”
Aini  tertegun. Bapak benar! Aini jadi maulu sendiri sudah ngomel-ngomel sendirian. Tentu saja Allah tidak akan mengurangi pahala Aini gara-gara shalat memakai mukena putih tua. Walaupun warnanya sudah kusam, mukena Aini selalu bersih dari najis.
“Nanti kalau Bapak punya uang, akan Bapak belikan mukena baru untuk Aini .”
Pipi Aini langsung memerah. Aini sudah menduga Bapak akan beling begitu.
“Tidak usah pak. Aini akan beli dengan uang Aini sendiri kalau tabungan Aini sudah cukup.”
“Semalem Aini memecahkan celengan ya?”
Aini mengangguk
“Uangnya untuk beli mukena?”
Aini mengangguk kembali. “Tapi tidak cukup.”
“Berapa uang Aini dari celengan itu?”
“Hampir lima puluh ribu.”
“Wah, Cuma kurang sedikit lagi dong!”
Aini nyengir. “Tapi sudah berkurang buat beli pemutih.”
“Bapak bangga dengan usahamu nak. Kita memang harus selalu berusaha keras. Tapi tentu saja, jangan terlalu memaksakan diri.”
Aini tersipu malu. Terbayang tadi bagaimana ia terlalu semangat mencuci sampai robek.
“Hemm… begi saja,” ujar Bapak. “Uang kamu disimpan dulu. Besok kita mulai lagi menabungnya. Siapa tahu minggu depan atau dua minggu lagi, kita bisa membeli mukena baru untukmu.”
Aini mengangguk bahagia, karena di hatinya kini telah tertanam satu pelajaran berharga. “Terima kasih Pak.” Aini memeluk leher Bapaknya.
“Tapi setidaknya anak Bapak sudah lebih pandai mencuci.”
“Bapak juga harus belajar mencuci dong. Agar pakaiannya tidak Cuma direndam sembentar trus langsung dijemur!”
“Waduh, anak Bapak tambah galak saja ternyata. iya nanti Bapak belajar nyuci.”
Aini sudah menjahit robekan pada mukenanya dengan rapih, untung saja robekannya di bagian yang terpencil jadi tidak terlalu mencolok. Tentang warna, ya tentu saja putih walaupun putih tua, tapi Aini sudah tidak malu memakai mukenanya waktu tarawih. Justru lebih memalukan kalau tidak tarawih gara-gara mukena putih tua.
“Ainiii…”


Nah, itu teman-teman Aini sudah datang, menjemput Aini untuk shalat tarawih bersama-sama di masjid.