11.13.2012

Drama "seorang anak yang begitu mencintai ibunya"


Amelia : (Sedang duduk di ruang tamu) “Anak-anakku, kemarilah!”.
Ketiga anaknya : (Menghampiri ibunya) “Iya ibu, ada apa?”.
Amelia : “Ibu ingin selama beberapa hari ini, kalian menjaga rumah tanpa ibu ya”.
Ajeng   : “Memangnya ibu mau pergi kemana?”
Amelia : “Ibu akan berdagang di desa sebrang”.
Ajeng   : “Wahh,, nanti saat ibu di desa sebrang, jangan lupa belikan peralatan untuk berdandan ya!”.
Ayu      : “Ibu... ibu... kalau aku ingin dibelikan peralatan memasak yaa!”.
Amelia : “Baiklah nak”.
Anina   : (Terkejut) “Apa!! Ibu akan pergi ke desa sebrang? Kan desa sebrang itu sangat jauh sekali, bahkan saya tidak tahu jalan ke desa sebrang”.
Amelia : “Iya sayang, ibu hanya berdagang di desa sebrang saja”.
Anina   : (Seperti memohon kepada ibunya) “Ibu.. jangan pergi... jangan pergi..”.
Ayu      : (Menepuk pundak Anina) “Sudahlah Anina, ibu kan hanya berdagang, tanpa ia, kita bisa hidup dengan apa?”.
Ajeng   : “Betul itu Anin, kamu harus tahu bahwa ibu berjuang untuk mencari uang untuk kita, hanya ibulah yang menjadi penolong bagi kita, kamu kan tahu, ayah kita sudah tiada...”.
Anina   : (Mulai menangis).
Amelia : (Sambil mengangkat dagu Anina) “Apa yang dikatakan oleh kakak-kakakmu itu benar nak”.
Anina   : “Tapi bu..”
Ajeng   : (Rasanya ingin marah) “Sudahlah Anina! Kau diam saja!!”
Amelia : “Ajeng kau tidak boleh berkata seperti itu kepada adikmu!”.
Ajeng   : “Tapi bu..”.
Ayu      : “Anina, jangan dengarkan kata kak Ajeng tadi yah..”.
Anin     : (Mengusap air matanya) “Iya kak, terima kasih”.
Ajeng   : “Ih, dasar manja. Bisanya Cuma nangis doang”.
 -Malam harinya-
Amelia : (Menghampiri Ajeng dan Ayu) “Anak-anakku, ibu sekarang akan pergi ke desa sebrang. Jaga diri kalian ya, jangan beritahu Anina bahwa ibu jadi pergi ke desa sebrang ya”.
Ajeng &Ayu : (Mengangguk) “Baik bu”.
  -Saat Amelia sudah di depan pintu istana, tiba-tiba saja ada yang memegang tangannya, lalu Amelia melihat Anina yang memegang tangannya itu-
Anina   : (Sambil memegang tangan ibunya) “Ibu jangan pergi.. saya tidak mau ibu pergi”.
Amelia : “Sayang.. ibu hanya pergi tiga hari saja nak..”.
Anina   : (Dengan wajah memohon) “Tapi bu, bagi saya, tiga hari itu lama..”.
Amelia : “Tapi nak, ibu berdagang hanya mencari uang untuk kalian..”.
-Saat ibunya menjelaskan, Anina langsung membawa ibunya ke dapur-
Anina   : (Dengan wajah semangat) “Nah, sekarang ibu duduk saja disini, saya akan memasak yang enak untuk ibu, agar ibu tidak pergi”.
Amelia : (Sengaja berbohong) “Baiklah, ibu akan tunggu disini”.
  -Beberapa jam kemudian, Anina belum menyelesaikan masakannya, ia sudah tertidur pulas sambil memegang sendok masak-
Amelia : (Memanggil Ajeng&Ayu dengan suara yang pelan) “Ajeng.. Ayu.. kemarilah”.
Ajeng &Ayu : “Ada apa ibu?”.
Amelia : “Tolong kalian pindahkan adik kalian ke kamranya, ibu akan pergi sekarang juga”.
-Lalu, Amelia meninggalkan mereka, dan ia langsung menaiki kereta kerajaan-
-Beberapa menit kemudian-
Anina  : (Bangkit dari tempat tidurnya) “Ibu!!... lho.. mengapa saya bisa ada di kamar? Bukannya tadi saya memasak untuk ibu ya? . Oh tidak ibu.. jangan jangan ibu sudah pergi! Aku harus menyusulnya!”.
-Kemudian, Anina keluar istana untuk mencari ibunya, dengan menunggangi kuda kerajaan-
Anina : (Berbicara dalam hati) “Aku harus mencari ibu! Harus!.”
-Lalu, Anina berjalan entah kemana, ia tidak tahu jalan menuju desa sebrang. Lalu Anina menemukan sebuah desa, disana ada sebuah warung, Anina segera berjalan menuju warung itu.-
Anina : (Sambil menahan lapar) “Aku baru ingat, aku.. tidak membawa uang.. apa yang harus aku lakukan?”
-Lalu, Anina mempunyai ide, ia berdiri sambil menundukkan badan, ternyata ia sedang mengemis-
Anina : (Dengan wajah heran) “Sepertinya aku harus lakukan cara lain”.
-Kemudian, Anina mengatur suaranya dan ia mulai menyanyi, banyak warga desa itu yang melihat Anina menyanyi, kemudian Anina menyanyi sambil menari-
Warga : (Bertepuk tangan) “Kau sangat hebata anak muda! Bakatmu luar biasa”.
Anina  : (Tersenyum malu) “Ah,, teima kasih semuanya”.
-Kemudian Anina segera menuju warung. Setelah ia selesai makan ia langsung berjalan untuk melanjutkan perjalanannya-
-Malam haripun tiba, ia beristirahat ditengah padang rumput yang luas, tiba-tiba datanglah seorang nenek tua, ia adalah seorang penyihir-
Anina : (Seperti ketakutan) “Si..siapa kau? Apa maumu?”.
Nenek tua : (Tersenyum) “Jangan takut anak manis, nenek hanya seorang nenek tua, tetapi nenek adalah seorang penyihir”.
Anina : (Wajah bingung) “Penyihir? Nenek adalah seorang penyihir?”.
Nenek tua : “Iya anak manis. Apa tujuanmu kemari?”.
Anina : “Saya kemari untuk mencari ibu saya yang sedang pergi berdagang di desa sebrang. Saya takut, ada hal yang tidak saya inginkan terjadi”.
Nenek tua : (Menawarkan sesuatu kepada Anina) “Apakah kamu ingin menjadi seekor burung nak?”.
Anina : (Terkejut) “Apa! Nenek ingin mengubah saya menjadi seekor burung? Saya mau nek! mau! Asalkan saya bisa menemukan nenek saya!”.
Nenek tua : Tetapi, ada hal yang kamu tidak ketahui, bahwa ketika nenek sihir kamu menjadi seekor burung, kau tidak bisa berubah menjadi manusia lagi..”.
Anina : (Berpikir sejenak).
Nenek tua : “Bagaimana nak?”.
Anina : “Hmmm... baiklah nek, saya mau menjadi seekor burung. Demi ibu saya, saya akan lakukan apapun yang saya bisa”.
-Tak lama kemudian, nenek tua itu mengucapkan mantranya, dan ia mengayunkan tangannnya ke arah Anina.-
Anina : (Sambil mengepakkan sayapnya) “Terima kasih nek! Saya akan mencaari ibu saya!! Sampai jumpa nek!”.
-Keesokan harinya Anina terbang mencari ibunya, beberapa jam kemudian, Anina melihat kereta kerajaan ibunya dikejar oleh sekelompok perampok, lalu, perampok tersebut menabrak kereta kerajaan itu sampai terjatuh, saat kereta tersebut jatuh, para perampok mengambil barang dagangan ibu Anina. Saat perampok itu hendak pergi, salah satu perampok memukul ibu Anina dengan kayu, lalu, ibu Anina pingsan di tempat kejadian itu.-
Anina : (Terbang menuju ibunya) “Ibuu!! Ibuu!! Sadarlah ibuu!!”.
-Kemudian Anina mencari bantuan. Anina menemukan kerajaan lain sedang berkemah disana, tanpa pikir panjang, Anina langsung mencari pertolongan. Saat mencari seseorang Anina melihat seorang puteri kerajaan sedang menunggangi kuda, lalu Anina menghampiri puteri tersebut.-
Puteri Kerajaan : (Berhenti menunggangi kuda) “Wah.. indah sekali burung kecil itu, aku ingin sekali memilikinya. Sepertinya aku harus menangkapnya”.
-Saat puteri kerajaan hendak menangkap Anina, Anina terbang menuju ibunya pingsan.-
Puteri Kerajaan : “Sepertinya burung itu menginginkan aku mengikutinya”.
-Lalu Puteri itu mengikuti Anina. Saat puteri itu sampai di tempat ibu Anina, puteri tersebut terkejut melihat ibu Anina dalam keadaan pingsan, lalu puteri tersebut membawa ibu Anina ketempat perkemahannya.-
Puteri Kerajaan : “Kasihan ibu ini”
-Tak lama kemudian ibu Anina sadar.-
Amelia : (Terbangun) “Dimana saya berada? Dimana kereta kerajaanku?”
Puteri Kerajaan : “Akhirnya ibu sadar juga”.
Amelia : “Siapa kau? Dimana saya sekarang?”.
Puteri Kerajaan : “Ibu sekarang berada di perkemahan saya, saya adalah seorang puteri dari kerajaan lain, saya sudah yatim piatu”.
Amelia : “Apa yang terjadi dengan saya?”.
Puteri Kerajaan : “Saya tidak tahu bu, saya hanya mengikuti burung kecil yang ada di pohon sana. Saya melihat ibu dalam keadaan pingsan”.
Amelia : “Burung kecil?”.
-Saat Anina melihat ibunya telah sadar, ia terbang menuju ibunya, dan Anina langsung berkicau kicau pertanda bahwa ia sangat senang.-
Amelia : “Burung kecil ini mengingatkanku pada anakku yang bungsu, Anina. Rasanya ia sedang berada dipelukanku”.
-Tiba-tiba muncullah cahaya dari tubuh Anina, Anina yang menjadi seekor burung itu berubah menjadi manusia kembali, ternyata kasih sayang seorang ibulah yang bisa mengubahnya menjadi manusia.-
Amelia : (Memeluk Anina) “Anina!!”.
Anina   : “Ibuuu!!”.
Amelia : “Mengapa kau bisa menjadi seekor burung nak?”.
Anina   : (Tersenyum sambil menangis) “Ceritanya panjang, akan kuceritakan nanti”.
-Lalu, puteri kerajaan menyuruh pengawalnya untuk mengantar Anina dan ibunya kembali ke kerajaannya.-
Amelia : “Ehmm.. Nak terima kasih telah menyelamatkan saya”.
Puteri Kerajaan : (Tersenyum malu) “Iya bu, sama sama. Itu sudah kewajiban saya menjadi puteri kerajaan”.
Amelia : “Apa benar kau yatim piatu?”.
Puteri Kerajaan : (Wajah sedih) “I..Iya bu, orangtua saya telah meniggal 5 tahun yang lalu, sebelum mereka pergi, mereka menitipkan kerajaan mereka kepada saya, dan saya diangkat menjadi puteri kerajaan itu”.
Amelia : “Apakah kau mau menjadi anak saya?”.
Puteri Kerajaan : (Terdiam sejenak) “Sa..saya menjadi anak ibu?”.
Amelia : “Iya, itupun kalau kau mau nak”.
Puteri Kerajaan : “Tetapi bagaimana dengan kerajaan saya?”.
Amelia : “Nanti saya akan mengurus masalah itu, tetapi kamu masih menjadi puteri keerajaan”.
Puteri Kerajaan : (Memeluk Amelia) “Te..terima kasih bu. Sudah lama saya ingin mencari ibu yang baik dan perhatian untuk saya. Saya mau menjadi anak ibu”.
-Lalu, Ajeng, Ayu, dan Anina datang menghampiri mereka dan merekapun berpelukan.-
Ayu : “Wah.. kayaknya seru nih, ada adik baru, mana adik barunya puteri kerajaan lagi... nanti akan aku ajari kau memasak yaa!! Aku jago masak lhoo...”.
Ajeng : “Hahaha... benar juga kata Ayu! Aku juga akan ajari kau berdandan yang paling cantik ya”.
Puteri Kerajaan : (Tersenyum sambil menahan tawa) “Hahahaha... kakak ini... bisa saja.. baiklah, kalau maunya kakak begitu, aku ikut deh!”.
Ajeng &Ayu : “Yeeay!!”.
-Dan akhirnya mereka hidup bahagia-

11.08.2012

TOMATOES


It was the first hot day of spring. The smell of rich, warm earth was in the air. Jamaal turned over some ground with a spade. He watched the worms wiggle out and go back in the dirt. “I’m done with this row,” he said.”good,” said uncle hamza. He came over and took the spade from jamaal. “ you have to break up the big lumps,” he said. He hit the clods of dirt with the side of the spade. Then he smoothed them out. Uncle hamza leaned on the spade. He took a deep breath. “this is just like pakistan,” he said. Jamaal laughed. Then uncle hamza laughed. It was not like pakistan at all! They were in the middle of a city in america!  “I mean the ground smells just like pakistan,” said uncle hamza. “ when I was your age, we stilllived in the village. When we planted the crops, it smelled just like this.”  “it didn’t look like this,” said jamaal. “no,” said uncle hamza. He lookd at the tall buildings. “it did not.” Uncle hamza and jamaal were in an empty city lot. There were lots of other children and adults there too. It was behind the mosque. City streets ran dehind and in front of the lot. Buildings were on both sides of it. A month ago the lot had been full of trash and broken glass. Now it was all dug up into rows of clean, dark earth. The children of al-aziz school had cleaned up the lot. Now they were planting a garden there. It was a big school project. They were going to plant flowers and vegetables and even some trees. Jamaal’s second grade class crowded around uncle hamza. He was talking out the seeds. “now,” he said. “who is planting flowers?” “me! Me!” hands shot up in the air. He handed out the seed packets. “wait by our first row,” said uncle hamza . “I’ll come and help you. Now for the vegetables.”  Uncle hamza handed out all the seeds and told the children to wait by their rows. Only the tomatoes were left. Jamaal liked the tomatoes, because they were not seeds. They were little plants in tiny holders. “here you go,” said uncle hamza. He picked up the flat box with all the plants in it. “these are for jamaal and adam and noora.” He handed the box to adam. “take them to our last row and wai for me.” Uncle hamza went to all the children. He showed them how to plant their seeds. Then he came to the last row. “you make a hole like this,” he said. He pushed his finger into the soft dirt. Then he took a tomato plant. He took the holder off the roots and put the plant into the hole. “cover the roots with dirt up to here,” he said. “then press the dirt down lightly. Put them almost two feet apart.”  Jamaal and his friends did just what uncle hamza showed them to do. Soon they had a whole row of tomato plants. the other classes were also working. Each class had its own rows. When everyone was done planting it was time to water the plants. “I’ll get the hose,” said brother umar. Brother umar put the long hose out of a window. Brother lamont took the hose across the street. He waved to brother umar and water came out. All the children took turns watering the garden. Lost of  children got watered too. The garden grew quickly. In a month the flowers were out and the whole garden was green. You could see tiny, little vegetables already. The tomato plants were big and tall. They were tied to long sticks to hold them up in the air. Small, green tomatoes were starting to grow. Jamaal was very proud of his plants, but he wished they would hurry up.”why do they take so long to get ripe?” he asked. “they don’t take that long,” said uncle Hamza. “you’ve bee growing for years and you’re not rope yet.” “I’m a boy,” said jamaal. “I’m not a tomato.” “yes,” said uncle hamza. “you’re growing at the speed for you. The tomatoes are growing at theire speed.  Everything grows just the way allah has made it. You can’t make a tomato in one week or a boy in one year. Everything takes time.” Every day after school the children watered the garden. All the plants grew. Weeds grew too. Every weekend the children worked in the garden to take out the weeds. “I never knew a garden was so much work,” said jamaal. “it is a lot of work,” said uncle hamza, “but it feels good, doesn’t it?” “yes,” said jamaal . “soon we’ll have tomatoes.” The next weekend jamaal saw something that upset him. The tomatoes were just starting to get big. Jamaal could hardly wait for them to turn red. He lifted one tomato on its stem. It was starting to turn red.then he saw something wrong. At the back of the tomato of the tomato a spot was eaten out. He looked at another one. A big spot was eaten on that on, too. There was the cause! There was a little, fat, green worm. It had white stripes on it’s side and a curved horn at one end. There were lots of worms. They were eating his tomatoes! “they’re tomato horn worms, “ said uncle hamza. “ if we don’t do some thing quick, they’ll eat the whole crop.” The worms were on the eggplants and the green peppers too. They were even eating the leaves on the potato plants. “where did they all come from?” asked jamaal. “from moths,” said brother umar. He was kneeling whit jamaal in the dirt. “they lay their eggs on the plants. The eggs hatch  into worms; very hungry worms.” “what can we do?” asked jamaal. He was afraid all his tomatoes would be gone. “we could pick them off,” said brother umar. “oh, yuck!” said jamaal. “we can use hot pepper,” said uncle hamza. “if we mix hot pepper with water and spray the plants they will go away,” the next day the children sprayed their plants with hot pepper mix. By Monday the worms were gone. Some of jamaal’s tomatoes were gone too. “that’s the first battle,” said uncle hamza. “and the last,” added jamaal. “we’ll wait and see,” said uncle hamza. The second battle came soon enough. Two weeks later the tomatoes were just getting red. Jamaal pulled back the thick leaves of his plants. There were lots of  big, red tomatoes hanging down to the ground. He lifted one. There was a spot eaten oute on the bottom. “uncle hamza!” shouted jamaal. “brother umar! The worms are back!” “slugs,” said brother umar. “yes,” said uncle hamza. “let’s see if we can find one.” Uncle hamza lifted some thick leaves from the ground. There were tomatoes beneath. He liftrd a tomatoes from the ground. On the bottom of it was a slimy, brown slug. “yuck!” said jamaal. “yuck is right,” said uncle hamza. He thought for a second. “slugs are hard to get rid of. We can’t stop them at night, but we can stop them in the day. We have to cut away a lot of these leaves. Then we must tie the tomatoes up off the ground. Slugs hate the sun.” “I have an idea too,” said brother umar. “while you do that, I’ll get mine ready,” it look all morning to cut off the leaves and tie up the tomatoes. When they were done, brother umar was ready for his plan. He had a big jar of petroleum jelly. He also had a bag of salt. Next to him were some old boards. The children were gathered around. “this is a trick my father taught me,” he said. “salt kills slugs, right?” “yes,”said the children. “slugs love dark, damp places, right?” “yes,” they said again. “all we have to do is put the two together,” said brother umar. He laid out a board. Then he spread jelly all over one side of the board. He put salt all over the jelly. The salt struck to the jelly on the board. Next brother umar did the same thing with two stones. Then he put the board on the ground with the salt down. The two stones were under the board. That made a little, dark space under the board. “I get it!” said jamaal “it’s a trap!” “right,” said brother umar. “that pleace is just what a slug loves. The slugs come under the board and the salt kills them. Now we have to put these traps all over the garden.” By Monday all the slugs were gone. Half of jamaal’s tomatoes were gone too. “that’s the second battle,” said jamaal. “maybe it’s the last,” said uncle hamza. “I never thought it was so hard to get food,” said jamaal. “it’s not really hard,” said uncle hamza, “allah gives it to us. He makes the plants grow from tiny seed with just water and earth.” “but we have to work,” said jamaal. “yes,” said uncle hamza. “we do have to work. That’s how allah has made the world. Remember, the best thing is the thing you work for.” That was the last battle for the tomatoes. The next weekend many were ripe. The garden kept growing. Soon there were green peppers and cucumbers and lettuce, too. There was a huge basket of tomatoes. All the children shared out what was picked. That night uncle hamza and his family ate at jamaal’s house. Mrs. Saeed made a big, green salad. In it were all the things from the school garden. There were even axtra, sliced tomatoes. “boy, didi work hard for these tomatoes,” said jamaal. “yes,” said uncle hamza. “I bet they’re the best tasting tomatoes you’ll even eat.” Jamaal put a piece of tomato in his mouth and chewed. Uncle hamza was right.